Globalisasi adalah
proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang
semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi)
aktivitas ekonomi dan budaya.
Meski sejumlah pihak menyatakan bahwa
globalisasi berawal di era modern, beberapa pakar lainnya melacak sejarah globalisasi
sampai sebelum zaman penemuan Eropa
dan pelayaran ke Dunia Baru. Ada pula pakar yang mencatat
terjadinya globalisasi pada milenium ketiga sebelum Masehi. Pada akhir
abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan budaya dunia
berlangsung sangat cepat.
Di era yang serba canggih ini berbagai
macam kebudayaan dapat kita lihat melalui Internet misal seperti di media
sosial dimana setiap orang memperlihatkan kebudayaannya dan memperkenalkan
keunikannya masing masing, namun disisi lain agar kita dapat menerima
kebudayaan orang lain dan juga ada rasa hormat dan menghargai kebudayaan orang
lain maka kita harus menghindari sifat sifat atau pemahaman berikut ini
1. Sukuisme
Sukuisme adalah
suatu paham yang memandang bahwa suku bangsanya lebih baik dibandingkan dengan
suku bangsa yang lain, atau rasa cinta yang berlebihan terhadap suku bangsa
sendiri. Sifat ini dapat membuat rasa benci terhadap perbedaan suku, dan hal
ini yang membuat persatuan antar manusia sulit terjalin.
2. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah kepercayaan
bahwa budaya seseorang lebih unggul dari semua budaya
lain. Etnosentrisme adalah istilah yang banyak digunakan dalam ilmu sosial sehubungan dengan tindakan
percaya bahwa budaya seseorang lebih unggul dari semua budaya
lain. Etnosentrisme digunakan dalam ilmu sosial dan antropologi untuk menggambarkan tindakan
menilai budaya lain sebagai lebih rendah dan percaya bahwa nilai-nilai dan
standar budaya sendiri lebih unggul dari semua budaya lain - terutama yang
berkaitan dengan bahasa , perilaku , kebiasaan, dan agama. Aspek atau kategori ini adalah perbedaan
yang menentukan identitas budaya unik setiap etnis.
Etnosentrisme dapat dikaitkan dengan
rasisme. Istilah ini beralih dari ilmu sosial ke wacana bahasa Inggris
sehari-hari selama abad kedua puluh dalam penggunaannya yang umum, itu
berarti penilaian yang bias secara budaya. Dengan cara ini, istilah
ini merujuk pada ketika kita menerapkan budaya kita sendiri sebagai kerangka
acuan untuk menilai praktik budaya, tindakan, kepercayaan, atau orang
lain. Pandangan ini membuat sebagian orang berpikir bahwa budaya mereka adalah cara hidup yang benar dan mereka
melihat cara hidup orang lain aneh atau salah; bentrokan ini biasanya
terjadi antara Global South dan Global North, yang
dibuktikan di media.
Etnosentrisme dapat dikaitkan dengan
rasisme. Namun, mereka berbeda karena istilah etnosentrisme tidak selalu
melibatkan pandangan negatif tentang ras yang lain. Istilah ini juga dikaitkan
dengan stereotip, diskriminasi, atau xenofobia. Namun demikian,
etnosentrisme tidak serta merta menyiratkan konotasi negatif. Kebalikan
dari etnosentrisme adalah relativisme kultural , yang berarti
memahami budaya yang berbeda dengan caranya sendiri tanpa bersikap menghakimi.
3. Sauvunisme
Sauvinisme atau sovinisme adalah ajaran atau paham mengenai cinta
tanah air dan bangsa (patriotisme) yang berlebihan. Makna ini
kemudian diperluas hingga mencakup fanatisme ekstrem dan tak berdasar terhadap suatu
kelompok yang diikuti . Istilah ini diambil dari nama Nicolas Chauvin, seorang
prajurit pada zaman Napoleon Bonaparte, yang fanatik terhadap
Kaisarnya meskipun Chauvin sendiri miskin, cacat, dan menerima perlakuan buruk.
4. Fanatisme
Fanatisme adalah
paham atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu secara
berlebihan. Filsuf George Santayana mendefinisikan fanatisme
sebagai, "melipatgandakan usaha Anda ketika Anda lupa tujuan
Anda"; dan menurut Winston Churchill, "Seseorang fanatisme
tidak akan bisa mengubah pola pikir dan tidak akan mengubah
haluannya".
Bisa dikatakan seseorang yang fanatik
memiliki standar yang ketat dalam pola pikirnya dan cenderung tidak mau
mendengarkan opini maupun ide yang dianggapnya bertentangan. Dan hal ini
membuat wawasan seseorang tidak bisa menerima perbedaan dari kebudayaan orang
lain.
5. Rasisme
Kasus Rasisme George
Floyd di Amerika Serikat membuka mata dunia dimana suatu persatuan di sebuah
bangsa yang maju dan over power didunia bisa terpecah akibat terjadinya
ketidakadilan antara kulit hitam dan kulit putih.
Rasisme adalah
suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang
melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu –
bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras
yang lainnya
Beberapa penulis menggunakan istilah
rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing
(xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras
(miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe)
Rasisme telah menjadi faktor
pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan
kekerasan rasial, termasuk genosida. Politisi sering menggunakan isu rasial untuk memenangkan
suara. Istilah rasis telah digunakan dengan konotasi buruk paling tidak
sejak 1940-an, dan identifikasi suatu kelompok atau orang sebagai
rasis sering bersifat kontroversial.
Demikian beberapa sifat yang
harus dihindari di Era Globalisasi ini dimana penyebab utama kerusuhan dan
huru hara didunia ini disebabkan terjadinya perbedaan pemikiran yang tidak
saling menerima dan saling menghormati.
Sumber : Wikipedia
No comments: